PURWOREJO , beritakebumen.co.id - Situasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo dikabarkan memanas. Terjadi konlik atara warga dengan aparat yang bertugas mengawal pengukuran tanah terkait rencana penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener, Selasa (8/2/2022).
Warga yang menolak menilai aktivitas penambangan mengancam keberadaan 27 sumber mata air. Imbasnya, berpotensi merusak lahan pertanian. Hal itulah yang mendasari perlawanan warga.
Kabar terkini dari Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengungkapkan sekitar 64 warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo masih ditahan di Polres Purworejo, Rabu (9/2/22). Puluhan warga tersebut ditangkap polisi sejak kemarin, 10 di antaranya bahkan masih di bawah umur. Pihaknya mengaku saat ini sedang berada di Polres Purworejo untuk melakukan pendampingan.
"Nah sampai hari ini kami masih berusaha gimana caranya biar teman-teman itu tidak di dalam lagi dan mereka keluar, bebas, dan dapat bertemu dengan keluarga. Karena sampai saat ini keluarga sedang khawatir dengan sanak saudara mereka," ujar Julian dikutip BK dari CNNIndonesia.com, Rabu (9/2).
Kronologi Peristiwa Menurut Gema Dewa
Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) merilis kronologi pengepungan aparat terhadap Desa Wadas.
Berawal pada Senin (7/2) siang, saat ribuan aparat kepolisian mencoba memasuki Desa Wadas. Mereka berbaris di Purworejo dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto yang berlokasi di belakang Polsek Bener.
Pada malam hari, terjadi pemadaman listrik di Desa Wadas. Pemadaman ini dilaporkan hanya terjadi di Desa tersebut, sementara desa-desa lainnya tetap menyala.
Selasa (8/2) pukul 07.00 WIB, seorang warga Wadas bersama istrinya yang hendak menuju kota Purworejo menyempatkan diri melihat kondisi di sekitar Polsek sambil sarapan. Tiba-tiba sejumlah polisi mendatangi keduanya.
Beberapa polisi ini lantas membawa keduanya ke Polsek Bener. Sang istri kemudian melarikan diri dan kembali ke Wadas. Sang suami yang ditinggal hingga kini dilaporkan masih ditahan pihak kepolisian.
Sejam kemudian, pasukan polisi bersenjata lengkap dengan anjing-anjingnya melakukan apel di Lapangan Kaliboto. Pukul 09.00 WIB, tim pengukur dari Kantor Pertanahan Purworejo mulai memasuki Desa Wadas.
Pukul 09.30 WIB, akses masuk ke Desa Wadas di sekitar polsek Bener sudah dipadati polisi. Sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa mobil polisi tampak memasuki Wadas dengan aparat yang mencopoti poster-poster berisi penolakan warga terhadap penambangan di Desa Wadas.
Pukul 10.48 WIB, aparat memasuki Desa Wadas menggunakan motor, mobil, dan jalan kaki. Tengah hari, polisi mengepung dan menahan warga yang sedang mujahaddah di masjid. Sementara proses pengukuran yang dilakukan di hutan tetap berjalan.
Dan pada pukul 12.24 WIB, aparat dilaporkan mendatangi ibu-ibu yang sedang membuat makanan di posko-posko jaga. Mereka dilaporkan merampas semua barang ibu-ibu di posko tersebut.
Laporan terkini, warga Wadas masih bersengketa dengan pihak aparat. Polisi dilaporkan melakukan intimidasi dan teror terhadap warga setempat.
Sebanyak 40 warga ditangkap imbas sengketa tersebut. Dari 40 orang tersebut, di antaranya terdapat anak di bawah umur.
Kronologi Versi LBH
Menurut Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli, sejumlah intimidasi dialami warga Desa Wadas terkait dengan rencana pengukuran tanah. Dia merinci upaya-upaya intimidasi terhadap warga Desa Wadas yang menolak pengukuran tanah dan menolak pertambangan andesit. Intimidasi ini diawali sejak Senin (7/2) kemarin.
Ribuan aparat kepolisian mencoba kembali memasuki Desa Wadas. Diawali dengan baris berbaris di Purworejo, mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto yang berlokasi di belakang Polsek Bener.
"Malam harinya, terjadi pemadaman listrik di Desa Wadas. Sementara desa-desa lainnya tetap menyala," tutur Yogi.
Keesokan harinya, Selasa (8/2), sekitar pukul 07.00 WIB, salah satu warga Wadas bersama istrinya yang kebetulan akan ke kota Purworejo menyempatkan diri melihat kondisi di sekitar Polsek sambil sarapan.
"Tiba-tiba mereka didatangi beberapa orang polisi. Kemudian beberapa orang polisi tersebut membawa warga ini ke Polsek Bener," sambung Yogi.
Menurut Yogi, sampai saat ini, warga tersebut masih belum diketahui kabar dan keberadaannya.
Di hari yang sama, sekitar pukul 08.00 WIB, ribuan polisi bersenjata lengkap melakukan apel di Lapangan Kaliboto. Pukul 09.00 WIB, tim pengukur dari Kantor Pertanahan Purworejo mulai memasuki desa Wadas. Pukul 09.30 WIB, akses masuk ke Desa Wadas di sekitar polsek Bener sudah dipadati polisi.
"Sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa mobil polisi memasuki Wadas dan mencopoti poster-poster yang berisikan penolakan terhadap penambangan di Desa Wadas. Sekitar pukul 10.48 WIB, ribuan aparat kepolisian berhasil memasuki Desa Wadas menggunakan motor, mobil, dan jalan kaki," imbuh Yogi.
Pukul 12.00 WIB, aparat kepolisian mengepung dan menangkap warga yang sedang mujahaddah di masjid. Sedangkan proses pengukuran yang dilakukan di hutan tetap berjalan.
Sekitar pukul 12.24 WIB, aparat kepolisian mendatangi ibu-ibu yang sedang membuat besek di posko-posko jaga dan merampas semua barang mereka.
LBH dan warga menuntut pemerintah menghentikan pengukuran tanah di Desa Wadas. Mereka punya dasar pertimbangan kuat demi kelangsungan lingkungan hidup.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf Gubernur
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener.
Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan dan bendungan yakni 145 hektare. Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan. Penambangan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.
Namun hal itu rupanya ditolak oleh warga hingga memicu konflik saat hendak dilakukan pengukuran lahan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membenarkan kegiatan pengukuran yang dilakukan di Desa Wadas. Ganjar mengatakan, kehadiran polisi tak lepas dari menjaga situasi kamtibmas agar semua berjalan aman dan kondusif. Ganjar pun meminta warga tidak menyikapi secara berlebihan.
Terkait dengan konflik yang muncul, Ganjar Pranowo minta maaf dan meminta Polisi untuk memebaskan warga Wadas yang ditahan. Ia juga menegaskan akan bertanggungjawab.
Menurutnya konflik itu sebenarnya tidak perlu terjadi. Pemerintah sudah mencoba melakukan pendekatan ke masyarakat dengan melibatkan Komnas HAM. Agar lebih netral. Namun pertemuan yang digagas Komnas HAM tidak dihadiri warga yang menolak pertambangan.
"Sayang saja waktu itu tidak semua mau datang, jadi jangan khawatir, ada niatan baik, tidak akan ada kekerasan. Siapa pun tolong letakkan pada pondasi yang sama. Teman-teman mau ngukur, sehingga nantinya soft-lah semuanya, ya," kata Ganjar.
Jauh sebelum pengukuran tanah yang berujung terjadinya bentrokan, Komnas HAM diminta Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menengahi persoalan desa Wadas. Karena itu Komnas HAM berupaya menjadi mediator dengan menggelar dialog.
"Pertengahan Januari kemarin ini gubernur memang meminta ke saya atau ke Komnasham untuk memfasilitasi dialog," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara , Selasa (8/2).
Pertemuan digelar 20 Januari 2022. Selain mengundang pihak pro dan kontra, juga mengundang Polda Jateng, DPRD Purowrejo, BBWS dan BPN. Namun pihak warga yang menolak pertambangan, tidak hadir dalam pertemuan.
"Ya tentu saja mereka punya alasan kenapa kemudian tidak datang," katanya.
Komnas HAM bertandang ke Wadas. Ternyata warga menolak kedatangan mereka. Warga meminta dialog langsung dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Komnas HAM menyampaikan permintaan warga pada Ganjar.
"Intinya kalau Pak Gubernur siap datang," kata dia.
Berdasar data yang dikantongi Komnas HAM, dari 617 warga Wadas yang tanahnya akan dijadikan lokasi penambangan, 346 warga sudah menyetujui.
"Dan informasi yang kami dapatkan, pengukuran akan dilakukan pada lahan warga yang sudah setuju. Maka kami menyayangkan terjadi kasus seperti ini sampai ada penangkapan,” ucapnya.
Komnas HAM tidak melihat adanya pelanggaran hukum dalam rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas Purworejo. Sebab warga kontra sudah melayangkan gugatan hukum hingga tingkat kasasi. Hasilnya gugatan tersebut ditolak.
"Warga yang menolak memang sempat mengajukan upaya hukum, mereka menggugat ke PTUN dan ditolak hakim. Warga juga melayangkan gugatan sampai tingkat kasasi dan juga ditolak. Artinya, karena PTUN dan kasasi sudah ditolak, berarti tidak ada proses yang dilanggar," jelas Beka.
(bk/merdeka/cnn)