Arsiko, kuasa hukum terdakwa Ryan. (kompas.com) |
KEBUMEN, beritakebumen.co.id - Pelaku kejahatan jalanan yang diduga menewaskan seorang pelajar SMA Daffa Adzin Albazith (17) mengaku menjadi korban salah tangkap oleh polisi.
Kasus ini telah naik ke persidangan dengan agenda pertama pembacaan dakwaan. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim yakni Suparman dan digelar di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta, Selasa (28/6/2022).
Sidang ini diikuti oleh lima orang terdakwa yang semuanya masih berstatus pelajar.
Sidang digelar secara daring dan terpisah sesuai dengan nomor perkara. Terdakwa bernama Ryan Nanda Saputra (19) warga Mergangsan, Kota Yogyakarta diduga sebagai eksekutor ini mengikuti sidang bersama terdakwa lain yakni Fernandito Aldrian Saputra (18) dan M. Musyaffa Affandi (21) keduanya ini merupakan warga Sewon, Bantul.
Sedangkan dua terdakwa lainnya yaitu Hanif Aqil Amrullah dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri menjadi saksi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ariyani Widayati dalam dakwaannya mengatakan kronologis kasus ini bermula saat belasan anggota geng Morenza termasuk Ryan dan 4 terdakwa lainnya sedang nongkrong di sekitar Jalan Parangtritis.
Tak lama, rombongan ini mendapatkan pesan dari salah satu kawannya yang berisi tantangan perang sarung dari Geng Voster pada Minggu (3/4/2022) pukul 00.00 WIB.
Ryan kemudian pulang ke rumah untuk mengambil gir yang diikat oleh tali untuk senjata.
Dengan menggunakan sepeda motor mereka berboncengan menuju Simpang Empat Ringroad Druwo, Bantul dan melakukan perang sarung melawan Geng Voster.
Tak lama perang sarung dibubarkan oleh patroli Polisi. Rombongan lalu melarikan diri. Saat itu, Ryan melihat rombongan Daffa beserta beberapa rekannya melintas di Kotagede, Minggu dini hari.
Rombongan Daffa melintas di jalur cepat Ring Road beserta rekan-rekannya dengan kecepatan tinggi. "Terdakwa Ryan Nanda Syahputra alias Botak mengatakan dioyak wae (dikejar saja)," kata Ariyani.
Ryan berhasil mendekati rombongan Daffa dan mengumpat ke rombongan Daffa, umpatan tersebut dibalas oleh rombongan Daffa 'wong endi kowe?' (orang mana kamu?-Red).
Setelah itu, rombongan korban berhenti di sebuah warung makan di daerah Gedongkuning. Tak lama, terdakwa Fernandito dan Hanif menggeber motornya ke Daffa dan kawannya.
"Terdakwa Muhammad Musyafa Effendi yang berteriak 'ayo rene' (ayo ke sini-Red)," kata Ariyani.
Tak lama rombongan korban mengejar, kelompok pelaku memutar balik. Lalu Ryan turun dari motor untuk menghadap Daffa, saat itu Musyafa menyerang salah satu rekan korban menggunakan sarung yang diikat dan diisi batu tetapi meleset. Tak lama, Ryan mengeluarkan gir dengam berdiameter 21 sentimeter yang diikat pada sebuah sabuk berwarna kuning.
Lalu, diayunkan mengarah ke Daffa yang membonceng rekannya. "Saksi berhasil mengelak dengan menundukkan kepala, sedangkan korban Daffa tak bisa mengelak dan terkena sabetan gir pada kepala yang membuat tidak sadarkan diri," lanjut JPU.
Selanjutnya, Ryan hendak mengejar rombongan korban lainnya namun rencana tersebut mereka urungkan lantaran melihat adanya patroli polisi yang datang.
Para pelaku melarikan diri dan Ryan menyembunyikan senjatanya di sebuah kandang ayam tak jauh dari rumah rekannya.
Selanjutnya para pelaku berhasil diamankan oleh pihak kepolisian pada Sabtu (9/4/2022) si rumah masing-masing. JPU dalam perkara ini mengenakan dakwaan alternatif kepada para terdakwa. Yakni, Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP. Atau kedua, Pasal 353 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Atau ketiga, Pasal 351 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sangkal Dakwaan
Terdakwa Ryan, Fernandito, Musyaffa menyangkal isi dakwaan dari JPU. "Nggak benar, Yang Mulia," ujar Ryan saat dikonfirmasi oleh Hakim Ketua soal materi dakwaan yang disampaikan JPU.
Suparman selaku Hakim Ketua mempertanyakan kepada rombongan Ryan dakwaan mana yang tidak benar. "Yang mana yang nggak benar?" Tanya Suparman.
"Semuanya," kata Ryan menimpali.
Ryan bersumpah di hadapan hakim bahwa dirinya tidak terlibat pada peristiwa yang menewaskan pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta tersebut.
Diketahui korban juga merupakan anak dari anggota DPRD Kebumen.
"Demi Allah bukan (pelaku), Yang Mulia," imbuh dia. Kuasa hukum terdakwa Ryan serta Musyaffa menyatakan keberatan dan berencana mengajukan eksepsi.
Pengacara sebut salah tangkap
Arsiko selaku kuasa hukum Ryan mengatakan, pihaknya telah melakukan analisa sementara terhadap kasus yang menimpa Ryan. Dari analisa tersebut ia meyakini bahwa kliennya meruoakan korban salah tangkap.
"Kemungkinan besar salah tangkap. Terkait peristiwanya benar atau tidak saya enggak ngerti, tapi berkaitan dengan terdakwa Ryan, kami yakin bukan pelakunya," jelas Arsiko ditemui setelah sidang.
Dia tidak membantah bahwa kliennya ikut dalam perang sarung di Ring Road, tetapi setelah dibubarkan polisi, Ryan langsung pulang ke rumahnya. Terkait barang bukti berupa gir yang ditemukan oleh polisi, menurut dia, bukan milik kliennya.
"Jadi tidak ngerti dengan peristiwa di Gedongkuning, tidak pernah ke sana juga," kata dia.
Arsiko menambahkan, analisa ditambah dengan bukti kuat termasuk keberadaan Ryan saat kejadian Gedongkuning terjadi akan dipaparkan dalam eksepsi nanti.
Sementara itu kuasa hukum lainnya yakni Taufiqurrahman mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan mengajukan eksepsi mengingat kondisi psikologis kliennya.
Ia menambahkan pihaknya tidak mengajukan eksepsi untuk mempercepat jalannya persidangan ke tahap pembuktian.
"Kasihan, walaupun mereka masuk usia dewasa, tapi masih anak-anak," katanya. Langkah serupa juga diambil oleh Yogi Zul Fadhli kuasa hukum Andi. Dia mengatakan bahwa kliennya adalah korban salah tangkap.
Ia membeberkan bahwa kliennya tak berada di Gedongkuning saat peristiwa pada dini hari itu.
"Dakwaan jaksa yang seperti itu tadi bisa dikatakan dakwaan yang mengada-ngada dan tidak sesuai fakta. Karena mereka bukan pelaku sebenarnya. Kalau perang sarung iya, cuma mereka tidak sampai ke Gedongkuning," jelas dia.
Sebelumnya, pelaku kejahatan jalanan yang menewaskan pelajar SMA Muhammadiyah 2 dan juga anak dari Anggota DPRD Kebumen, Daffa Adzin Albasith telah berhasil di ringkus oleh polisi.
Terdapat 5 pelaku yang turut andil dalam penyerangan Daffa. Tetapi, satu orang yang berinisial RS (18) warga Mergangsan, Kota Yogyakarta, yang melakukan penyerangan dengan menggunakan gir yang diikat pada sebuah sabuk bela diri berwarna kuning.
Terkait tertangkapnya pelaku penyerangan ini, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta proses hukum tetap dijalankan walaupun pelaku masih berusia anak-anak.
"Jadi, memang saya punya harapan ada proses hukum karena ketentuan sudah ada dari pemerintah pusat. Prosedur dan sebagainya kan ada untuk berproses sebelum ke pengadilan bagi seorang anak yang di bawah umur," kata Sultan ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Senin (11/4/2022).
Sultan menambahkan, dalam perkara anak ini ada beberapa instansi yang terlibat seperti Pemerintah DIY, polisi, pengadilan, dan juga kejaksaan. Menurut Sultan, keterlibatan berbagai instansi pemerintah ini untuk melihat kondisi anak yang menjadi pelaku kekerasan sekaligus melihat kondisi keluarga.
"Nanti pengadilan memutuskan apakah si anak terus atau dihentikan, tidak diproses. Ada prosedur, ada semua. Itu yang penting bagi saya proses hukum dijalani anak ini," ujar Sultan.
Menurut Sultan, anak yang berurusan dengan hukum perlu mendapatkan perhatian apalagi anak tersebut berpotensi untuk tidak lagi diakui oleh orangtuanya. Oleh sebab itu, jika ada anak yang mengalami demikian pihaknya siap membinanya setelah urusan hukum dilalui.
"Ada juga anak-anak di bawah umur punya masalah hukum karena perkelahian dan sebagainya akhirnya disibratke (tak diakui) orangtuanya tidak bisa pulang ya saya openi (asuh) saya bina," ujar Sultan.
Selama ini Pemerintah DIY siap memberikan bantuan kepada lembaga-lembaga yang fokus dalam pembinaan anak-anak. Pemerintah DIY juga sudah memapung anak-anak yang bermasalah.
"Selama ini kami menampung anak-anak yang punya masalah seperti itu, ada lembaga-lembaga tertentu yang punya kemauan seperti itu kami bantu," katanya.
Sebelumnya, polisi berhasil menangkap lima orang yang terlibat dalam penyerangan memakai gir di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, yang menewaskan anak anggota DPRD Kebumen bernama Daffa Adzin Albasith (18). Kelima pelaku yang tertangkap adalah FAS (18), warga Sewon, Kabupaten Bantul, AMH (19) warga Depok, Kabupaten Sleman, MMA (20) warga Sewon, Kabupaten Bantul, HAA (20) warga Banguntapan, Kabupaten Bantul, dan RS (18) warga Mergangsan, Kota Yogyakarta.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DI Yogyakarta, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan penangkapan terhadap kelima orang tersebut dilakukan pada Sabtu (9/4/2022).
"Penangkapan dilakukan siang sampai malam di tempat terpisah di rumahnya masing-masing. Ada yang sedang baru pulang dari bermain, ada yang sedang tidur-tiduran," ujar Ade dalam jumpa pers, Senin (11/4/2022).
Ade berujar saat kejadian, tiga orang yakni FAS, MMA, RS berboncengan menggunakan satu sepeda motor. Kemudian AMH dan HAA berboncengan dengan satu sepeda motor. Secara rinci untuk inisial FAS mempunyai peran sebagai joki, MMA membonceng di posisi tengah.
Sedangkan RS membonceng di posisi belakang. Saat kejadian MMA yang membonceng di tengah membawa sarung dan batu. Sedangkan RS membawa gir yang diikat dengan sabuk bela diri berwarna kuning.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pelaku Penyerangan yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Bantah Terlibat, Mengaku Korban Salah Tangkap")