Aksi damai ini diawali dengan orasi singkat yang disampaikan oleh salah satu pemuda desa, Ridwanul Fadhillah. Dalam orasinya, Ridwanul menegaskan bahwa aksi tersebut bukan bertujuan untuk menimbulkan kekacauan, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap kinerja pemerintah desa.
“Kami datang bukan untuk membuat kekacauan, bukan untuk mengusik ketenangan, tapi kami datang untuk aksi, dan untuk kepedulian kita kepada tuntutan terkait dengan kinerja pemdes Wotbuwono,” tegas Ridwanul di hadapan para peserta aksi.
Koordinator aksi damai, Ahmad Bagus Romadhon, menjelaskan bahwa aksi ini bukan tindakan yang dilakukan secara tiba-tiba. Sebelumnya, para pemuda telah berkomunikasi dengan tokoh masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). “Aksi damai ini sudah dipikirkan secara matang. Kami ingin pemerintah desa lebih responsif terhadap keluhan warga,” ungkapnya.
Latar belakang aksi damai ini adalah dari berbagai keluhan masyarakat desa Wotbuwono terhadap pemerintah desa. Ada sekitar 13 pertanyaan yang mengharuskan pemdes memberikan penjelasan secara gamblang. Poin pokok dari 13 pertanyaan tersebut meliputi visi misi, alasan pemindahan balai desa, mengenai pemanggilan oleh inspektorat, anggaran kepemudaan, honor guru ngaji, tentang pasar desa, kurang transparan APBDes, LPJ Desa tidak terselesaikan, tentang Nasib lumbung padi desa, kantor balai desa yang kumuh, dana Kesehatan, insentif RT, serta tujuan menjadi kepala desa.
Kepala Desa dan Perangkat Menanggapi Aksi Damai. (doc. beritakebumen) |
Menanggapi tuntutan warga, Kepala Desa Wotbuwono, Eli Sugiono, bersama perangkat desa menemui para peserta aksi damai. Ia mengakui adanya kekurangan dalam pelayanan pemerintahan desa dan berjanji untuk melakukan perbaikan.
“ini memang keterbukaan, saya juga mohon maaf dalam melayani warga semua masih ada kekurangan, mari kita koreksi bersama-sama, dengan adanya aksi damai ini, kita malah semangat, yang penting kita koreksi bareng-bareng,” ujarnya.
“ini memang keterbukaan, saya juga mohon maaf dalam melayani warga semua masih ada kekurangan, mari kita koreksi bersama-sama, dengan adanya aksi damai ini, kita malah semangat, yang penting kita koreksi bareng-bareng,” ujarnya.
Meskipun beberapa kali terdengar teriakan ketidakpuasan dari warga, aksi damai ini berlangsung kondusif. Bagus Romadhon menegaskan bahwa tidak akan ada aksi lanjutan jika pemerintah desa menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai dengan batas waktu yang disepakati, yaitu hingga 31 Oktober 2024.
“Setelah aksi damai ini, kami berharap tidak ada aksi kelanjutan jika pemerintah desa telah menyelesaikan semua yang menjadi tanggung jawabnya,” tegas Bagus. Ia juga mengajak seluruh desa di Indonesia untuk lebih kritis terhadap kinerja pemerintah desa dan menolak praktik ‘wuwuran’ dalam pemilihan kepala desa, karena bisa menjadi bibit korupsi.
Kepala Desa Eli Sugiono mengucapkan terima kasih atas aksi damai ini dan menegaskan komitmennya untuk meningkatkan transparansi dan memajukan desa. “Memang ada penemuan-penemuan dari inspektorat, namun insyaaAllah kami akan menyelesaikannya”, pungkasnya.
Penandatanganan perjanjian. (Doc. beritakebumen) |
Aksi Damai diakhiri dengan penanda tanganan perjanjian, bahwa Pemerintah Desa Wotbuwono akan meyelesaikan semua yang menjadi tanggung jawabnya, jika tidak bisa menyelesaikan akan siap dikenakan sanksi dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Sebelumnya, banyak spanduk yang bertuliskan kekecawaan terhadap Pemerintah Desa Wotbuwono yang terpasang dibeberapa titik strategis di Jalan Desa Wotbuwono. Baik di Dk Ingas, Dk Bowana, dan Dk Wotgalih.
Beberapa diantaranya, "Wotbuwono gawat darurat, pemerintah desa tidak sehat".
"Lumbung padi sudah dikuasai oleh tikus". Dan masih ada beberapa tulisan yang lainnya.
"Lumbung padi sudah dikuasai oleh tikus". Dan masih ada beberapa tulisan yang lainnya.