Kisah Muhammad Tri Sakti: Seorang Karyawan Bergaji 5 Juta yang Memilih Jadi Penjual Ketoprak

Kisah Muhammad Tri Sakti: Dari Seorang Karyawan Bergaji 5 Juta menjadi Penjual Ketoprak

KEBUMEN, beritakebumen.co.id - Tak semua orang berani meninggalkan kenyamanan pekerjaan kantoran demi berjualan di pinggir jalan. Tapi itulah yang dilakukan Muhammad Tri Sakti, pria asal Tegel yang dulunya bekerja di Jakarta dengan gaji cukup besar. Ia pulang kampung, membantu usaha ketoprak sang ayah, dan dari situlah hidupnya berubah total. Bukan hanya soal pendapatan, tapi juga keberanian—termasuk untuk menikah. Inilah kisah perjalanan Sakti, dari pegawai hingga jadi pedagang tangguh yang dicintai pelanggan.

Dari Jakarta Pulang Kampung


Muhammad Tri Sakti, pria asal Tegal, sempat bekerja di Jakarta hingga tahun 2013. Saat itu, gajinya sudah Rp5 juta per bulan. Tapi walau secara finansial cukup, ia merasa belum berani untuk menikah.

Baca Juga : Soto Kasaran Tamanwinangun, Kuliner Legendaris Kebumen

“Mentalnya belum siap,” katanya.

Setelah itu, ia memutuskan pulang ke Kebumen, kota tempat ayahnya tinggal dan berdagang ketoprak.

Mewarisi Usaha Sang Ayah


Di Kebumen, sang ayah yang sudah mulai lelah berdagang mengajak Sakti untuk melanjutkan usaha ketoprak.

“Awalnya cuma ikut-ikut bapak. Beliau juga dulunya perantau dari Tegal,” ujar Sakti.

Baca Juga : Kue Tradisional Khas Lebaran yang Bertransformasi Menjadi Kue Oleh - Oleh dari Kebumen

Sakti membuka lapaknya sendiri di sisi selatan kota, daerah yang dulu dikenal ramai. Dan dari sanalah semuanya bermula.

Berani Menikah Setelah Setahun Berdagang


Tak butuh waktu lama, setelah satu tahun berjualan ketoprak, Sakti akhirnya merasa percaya diri untuk menikah.

“Mungkin karena pendapatannya juga beda. Tapi lebih ke mental sih. Jualan malah bikin saya berani,” ungkapnya.

Perjuangan di Jalan Kuto Sari


Saat pindah lokasi ke Jalan Kuto Sari, penjualan sempat menurun drastis. Hari pertama, ia hanya menjual lima porsi.

Baca Juga : Soto Toing Petanahan, Dimasak Pakai Arang Agar Rasa Enaknya terus Bertahan

Namun, seminggu kemudian pembeli mulai berdatangan kembali. Kini, rata-rata penjualan di hari biasa mencapai 80 porsi, dan saat akhir pekan bisa tembus 150 porsi.

Pandemi dan Bantuan Warga


Saat pandemi COVID-19, Sakti sempat kebingungan. Jualan dilarang, pendapatan turun drastis. Tapi warga sekitar sering membantu.

“Kadang pulang dikasih beras, minyak, telur. Alhamdulillah masih bisa jalan,” kenangnya.

Prinsip Dagang yang Sederhana tapi Kuat


Sakti punya tiga kunci utama dalam berjualan:

Rasa makanan

“Rasa itu nomor satu. Harus enak.”

Pelayanan yang ramah

“Pedagang harus senyum dan ngobrol sama pembeli.”

Harga yang wajar

“Kalau yang lain 11 ribu, kita jual 15 ribu, bisa hancur.”

Baca Juga : Wisata Langen Ujung: Pemandian Alami dengan Air Segar dari Pegunungan di Buayan Kebumen

Merendah, Tapi Tetap Unggul


Soal nama usahanya, Sakti memilih tidak menyebut dirinya nomor satu.

“Kalau saya pakai nomor satu, kesannya kayak sombong. Biar bapak saya aja yang nomor satu,” ujarnya sambil tertawa.






-----------------------------
Ikuti Berita Kebumen di Google News
Previous Post Next Post